Selasa, 09 Juli 2013

Saved By ‘Ngaji’


Ingatlah, janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita (bukan mahramnya) melainkan yang ketiganya adalah syaitan.” (Sunan Tirmidzi) 

Untaian kata-kata dari sastrawan favoritmu menghias kartu lebaran yang kamu kirim padaku tahun lalu. Kamu masih ingat khan, Re. Kartu mungil itu juga berhiaskan fotomu, kamu bilang kalo' meskipun kita baru kenal tapi rasanya udah lama. Kita waktu itu memang baru satu bulan kenal. Kesan pertamaku, kamu lucu. Sebetulnya kalo' kamu pingin tau, Aku nggak pingin deket sama cowok apalagi buat pacaran. Aku yakin kamu juga masih ingat jawabanku waktu kamu "nembak" aku dan pingin jadi pacarku, aku bilang sama kamu kalo' aku pingin dicintai dan disayangi dengan cara yang halal dan hanya pertemanan yang waktu itu kutawarkan agar terdengar halus untuk sebuah penolakan. Kamu setuju, tapi setiap hari kamu tetap menelponku dan selalu menawarkan bantuan untukku, karena aku menggunakan perasaanku, alasan-alasan yang kau buat untuk membujukku selalu membuatku memenuhi keinginanmu. 
" Thaya nggak suka temenan sama Re, yach." Katamu ketika suatu kali aku menolak ajakanmu untuk menghadiri Dialog Ramadhan di masjid.
" Thaya, kamu tahu nggak selama aku kuliah disini belum pernah aku punya temen yang kaya' kamu. Iya, pokoke yang selalu tertarik sama kegiatan keislaman kaya' kamu ini."
" Nggak ah, kalo' cuman berdua." Jawabku pendek.
" ya udah, kalo' nggak mau " bunyi 'brak' dan nada kesalmu mengakhiri pembicaraan kita.
Aku tau kamu pasti ngambeg. Karena aku masih menggunakan perasaanku, besoknya aku telpon kamu untuk menanyakan keaadaanmu dan meminta maaf. Lalu ku coba untuk memahami keinginanmu yang haus ilmu.
Re, bulan puasa bersamamu kadang membuat konsentrasi ibadahku terpecah. Aku nggak tau musti gimana ngejelasin ke kamu. Aku rasa kamu juga masih ingat kalo' aku pernah mengatakan padamu bahwa jangan ganggu ibadahku. Itu adalah sinyal yang sengaja aku ciptakan agar tidak terjalin hubungan yang terlalu jauh diantara kita seperti prinsipku dulu. Dan aku sedikit kaget mendengar responmu atas pernyataanku itu.
" Thaya udah bosen yach sama Re, malu yach punya temen kaya' Re, iya emang Re nggak ada yang bisa dibanggain. Re emang malu-maluin kalo' jalan sama Thaya"  begitu tuduhmu bertubi-tubi.
Karena aku masih menggunakan perasaanku lalu aku bujuk kamu.
" Siapa bilang Re malu-maluin. Thaya seneng punya teman kaya' Re. Re baik, Re juga perhatian. Justru karena Re terlalu baik Thaya takut suatu saat jadi tergantung sama Re”.
Kamu tau Re, sebenarnya ada alasan yang paling mendasar, yaitu aku merasa bahwa itu bukanlah hakku untuk diperlakukan demikian. Karena menurutku perhatian dan perlakuan istimewa seorang laki-laki haruslah diberikan kepada wanita yang memang mahromnya. Padahal aku hanya menawarkan pertemanan biasa dan oleh karena itu aku nggak mau kalo' kamu terlalu berlebihan sehingga kamu menuntut hal yang sama kepadaku karena selama ini aku mencoba memperlihatkan sikap yang wajar terhadapmu sebagai seorang teman sama seperti yang lain.
Re, waktu itu baru beberapa bulan sebagai seorang muslimah aku diberi hidayahNya untuk menjaga auratku dangan pakaian takwa. Disaat kebanyakan orang menentangku kamu datang untuk memberi dukungan padaku. Senang rasanya, ada yang mau mengerti tentangku. Apalagi ketika kau tunjukkan foto keluargamu yang menggambarkan suasana Islami di rumahmu. Bertambah semangatku untuk mendengar cerita tentang masa kecilmu agar ada pelajaran yang bisa aku ambil untuk bekalku. Ternyata kamu bandel yach, Re. Tapi aku yakin bahwa orang tuamu sudah melakukan yang terbaik untukmu dan banyak membekalimu meskipun itu tidak nampak tercermin dari cari bergaulmu karena kunilai penghayatan akan Islam dalam kehidupanmu kurang. Itulah sebabnya aku mau denger curhat kamu, karena kuharap dari jawaban dan responku kamu bisa berfikir dan menyadari kekeliruanmu atas masa lalumu. Semua itu agar kamu lalu lebih mengenalNya dan mencitaiNya dan bukan mencintaiku.
Bersamamu ada diskusi kecil yang kadang membuatku sejenak berfikir akan pembuktian kebenaran ayat-ayat Allah dan kebenaran aturannya yang selama ini aku menganggapnya sebagai sesuatu kewajaran. Sebelum aku kenal kamu, kamu tau betul khan siapa aku. Aku anak gaul yang nggak pernah nitip absen buat clubing. Bagiku aturan agama adalah dogma yang masih nggak jelas maknanya. Tapi Alhamdulillah Allah masih menyayangiku sehingga perlahan- lahan dibukalah mata hatiku, pendengaranku dan penglihatanku sehingga yang bathil menjadi jelas di pelupuk mataku. Allah dengan kemurahannya memberikan ilmunya kepadaku untuk menjawab berbagai pertanyaan yang sering terlintas dibenakku tentang hakikat hidup ini. Kamu juga tau khan Re, betapa aku ingin berubah dan melupakan masa laluku dan aku berharap kamu mengerti itu. Aku ingin mendekatkan diri dengan Allah, Tuhan kita Re. Karena aku sadar bahwa rahmat, taufik serta hidayahNya yang telah dilimpahkan kepada kita sungguh tak akan pernah terbalas apalagi hanya dengan mengingatNya dalam waktu 15 menit x 5 setiap harinya dan setelah ibadah itu selesai asmaNya tergeser begitu saja dalam ingatan kita. Aku ingin menyadarkanmu bahwa kita hanyalah mahluk yang sangat bergantung kepadaNya dan kita sama sekali tidak punya kuasa apa-apa atas setiap kehendakNya. Kadang aku ingin menceritakan kepadamu begitu nikmatnya memilin tasbih dan bersimpuh untuk merasakan kasih sayangNya, kedekatanNya serta kehadiranNya yang akhirnya memberiku penyadaran bahwa alam semesta ini diciptakan tidaklah sia- sia adalah merupakan kenikmatan yang tak dapat tergantikan oleh apapun di dunia ini. Andai kamu pernah merasakan pasti kamu akan mengerti mengapa selalu jawaban 'terserah' yang terlontar dari mulutku jika kamu ingin datang padaku dan berbagi cerita denganku, hanya saja aku tidak mau kamu tersinggung jika sebenarnya aku menolak kehadiranmu di rumahku. Itu karena aku masih menggunakan perasaanku. Toh, jika kujawab 'keberatan' aku akan kembali mendengarkan tuduh-tuduhanmu yang itu – itu juga. Yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bersalah dalam hatiku.
Hari - hari bersamamu Re, membuat aku perlahan mengikuti arusmu. Aku lupa bahwa aku adalah neo Athaya yang seharusnya bersikap islami sebagaimana seharusnya seorang muslimah seperti yang diuraikan dalam buku -buku yang pernah kubaca. Malam itu adalah malam tahun baru masih di bulan Ramadhan, kamu ingin mengunjungiku
" Thaya, malam tahun baru aku tarawih di masjid yang dekat rumah kamu yach, sekalian maen”
Kata hatiku sempat berkata tidak tapi mulutku berkata lain.
" Boleh tapi jangan sampai larut malam, ok!" Pertimbanganku adalah bahwa malam itu aku akan ditemani saudaraku Ratna yang menginap dirumahku yang setidaknya itu menjaga kami dari khalwat, begitu pikirku waktu itu.
Usai tarawih kita mengobrol panjang lebar sehingga tak terasa aku telah terhanyut oleh obrolan tersebut hingga  malam pun telah larut. Kalau ayahku tidak mondar- mandir, mungkin pembicaraan kita akan terus berlanjut. Kamu tau Re, itu berarti bahwa prinsipku yang selama ini kupegang, dengan sangat perlahan mulai mengalami pergeseran. Bisikan-bisikan halus yang bernada permisif mulai mengahantarkanku untuk membagi ingatan kepadamu. Re, dalam setiap kebersamaan kita selalu ada cerita - cerita yang tercipta. Aku takut jatuh cinta padamu, Re. Aku kadang terbuai oleh perlakuan dan sikapmu yang istimewa padaku. Jika sudah begitu aku akan buru-buru berdo'a, "ya Allah, jika cinta yang kurasakan adalah dosa, lenyapkanlah dalam hatiku dan jangan biarkan aku terhanyut didalamnya".
Lebaran akhirnya tiba juga, Re. Siangnya kamu ke rumah, kamu kembali memohon cintaku. Entah apa yang tiba-tiba membuat mulutku lancang menjawab.
" Thaya sebetulnya juga suka sama Re" Upss, aku serasa tersedak kaget terhadap apa yang barusan terucap. Ya Allah, kenapa itu jawaban yang keluar.
" Alhamdulillah" katamu.
Enteng tanpa beban aku telah berucap cinta padamu yang jelas berlawanan dengan prinsipku. Setelah kamu pulang, aku merasa bahwa aku telah melakukan kesalahan besar dalam hidupku.
Re, semenjak hari itu hatiku tidak pernah tenang. Segala cara kucoba untuk mengusir perasaan galau di hati ini. Kamu tau Re, betapa gelisah kutunggu kedatanganmu Sabtu itu. Badanku menggigil begitu hebatnya sampai tak sadar gigikupun gemertak, azab Allah yang terbayang. Mbak Luthfi pembimbing kajianku sempat kuhubungi, terngiang penjelasannya tentang zina mata, zina telinga sampai zina hati. Al Qur'an yang kubaca pun mengisyaratkan hal yang sama " Wa laa takrabuz zina" janganlah kamu mendekati zina. Tak henti mulutku beristighfar untuk memohon ampunanNya. Serasa baru tersadar bahwa perlahan sekali aku telah melupakan peringatanNya. Aku biarkan setan menuntunku untuk mendekati laranganNya.
Re, tangis ketakutanku tak bisa kubendung lagi begitu kau datang. Dan leganya hati ini ketika kuutarakan apa yang sedang terjadi hingga kau mengerti. Aku serasa bernafas kembali, Re. Aku telah mendapatkan kesadaranku kembali, aku harap ini dapat menjadi pelajaran tidak hanya buatku tapi buat kita. Bahwa kita telah melakukan kebodohan yang membuat waktu kita yang seharusnya untuk mencari perhatianNya menjadi terlewati dengan sia-sia. Tak ada ridha Allah untuk segala perlakuan istimewamu dan setiap perhatianmu untukku. Tidak ada dalilnya bahwa kata ‘abang’ atau ‘sahabat’ bisa mensahkan hubungan seseorang dengan yang bukan mahrom selain sebuah pernikahan. Kita adalah manusia yang dengan segala fitrahnya mempunyai gharizah untuk mencintai dan dicintai. Jika kita bisa menempatkannya dengan tepat disitulah ridha Allah, maka jika dihatiku tumbuh cinta tanpa ridhaNya, maka katakan padaku Re, patutkah aku mempertahankannya?
Sebulan telah berlalu tanpamu. Aku di kotaku untuk melanjutkan kuliahku dan kau kembali ke kota asalmu mempersiapkan wisudamu. Re, ternyata kita telah berbuat banyak kesalahan. Karena aku begitu menonjolkan perasaan ketimbang akalku maka aku terjebak dalam cara pertemanan masa kini yang sebenarnya dilarang dan sudah diatur dalam syari’at. Perlahan tapi pasti setan telah menggiring kita sehingga kita tersesat menjauh dari peringatanNya. Halus sekali, sehingga aku merasa berat untuk berkata ‘tidak’. Baru kusadar bahwa Allah tidak pernah salah dalam menetapkan hukum dan aturan untuk umatnya. Kuterngiang akan sebuah ayat dari Surat Al-Ahzab yang ke–36 bahwa “ Tidak patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Re, tahukah kamu betapa bersyukurnya aku atas peringatanNya. Kini aku telah kembali lagi bersama ukhti – ukhti di pengajianku yang dulu semenjak aku mengenalmu sempat ku nomor duakan. Mengingatmu Re, kadang membuatku tersenyum dan berfikir. Bukankah jodoh adalah ketentuanNya ? Dan ternyata kita sok tau yach,Re.

Oh Ya, aku sudah terima undangan pernikahanmu. Selamat memulai hidupmu, Re. Do’a ku untuk bahagiamu. Satu pesanku, terapkan syari’at agar kesalahan kita tidak terulang lagi pada generasimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar