Minggu, 27 September 2015

Sekedar Curhat…

Berita yang saya terima sore dari Ibu saya beberapa waktu yang lalu, cukup menggemparkan sekaligus memilukan. Bagaimaana tidak, pengantin yang baru saja mengadakan akad dan walimah kamis malam dan didoakan supaya lekas mendapat momongan, jum’at malamnya tiba-tiba sudah melahirkan….

Bukan kaget karena begitu cepat Allah mengijabah do’a-do’a para tamu undangan, tapi tekaget karena
ini peristiwa kedua yang terjadi pada anak penjual sayur di kompleks perumahan kami. Si mbok penjual sayur ini, sudah 2 kali ini menikahkan anaknya dalam kondisi MBA. Sungguh keras kehidupan yang harus mbok sayur lakoni, tiap hari Ia harus menjajakan sayur-sayuran berkeliling dengan sepedanya. Dengan profesinya ini, dia tidak pernah faham dengan kecanggihan teknologi yang ada pada android anaknya yang penuh dengan aplikasi sosial media yang mampu menghantarkan seseorang masuk ke alam lain dengan berbagai godaannya. Dan parahnya, di luar sana kita dengan mudah mendapati kasus-kasus serupa. Simak saja pemberitaan-pemberitaan yang ada di berbagai media. Memilukan memang….

Ketika kita membuka kasus seorang mahasiswi kedokteran yang dibunuh orang yang baru dikenalnya setelah saling tukar pin BB misalnya, maka di bawahnya akan muncul banyak berita terkait dengan kasus-kasus yang sama. Ada gadis ABG yang kehilangan keperawanannya karena teman Facebooknya, ada PNS yang tertipu dan di teror teman Facebooknya dan banyak lagi…

Dengan maraknya kasus-kasus di atas, kita bisa mengambil benang merah bahwa ini semuanya akibat dari rusaknya tata pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Kita hidup dalam sistem kapitalis sekuler yang membuang jauh-jauh tata aturan dalam pergaulan menurut syariat Islam untuk dimasukkan sebagai aturan undang-undang, meskipun seluruh dunia pun sudah mengetahui bahwa negeri kita merupakan negeri dengan populasi muslim yang terbanyak sedunia. Tidak pernah kita dengar pemerintah melakukan sosialisasi untuk warganya agar tidak berkholwat, tidak berpacaran, tidak ikhtilat, menutup aurat, dll. Yang berlaku justru sebaliknya, contohnya Pemda Purwakarta justru bersemangat mengeluarkan dana hingga 300 juta utuk membangun taman menfasilitasi muda - mudi untuk pacaran, yang katanya untuk mencegah pernikahan dini dan pergaulan bebas. Padahal sudah jelas bahwa dalam Islam, aktivitas Pacaran sudah merupakan bentuk pelanggaran syariah.

Wajar saja, karena sekulerisme ini membuat top level hingga down level warga negaranya tidak paham aturan syariat, meskipun mereka semuanya seorang Muslim. Saya pun dulu tidak paham terhadap adanya aturan pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam. Alhamdulillah, karena ngaji saya jadi banyak tau batas-batasnya. Dimana laki-laki dan perempuan dalam kehidupan Umum itu terpisah. Tidak boleh bergaul bebas jalan bareng rame-rame laki-laki dan perempuan, nonton bioskop campur baur berpasang-pasangan, chattingan or smsan yang gak ada perlunya dg lawan jenis, saling tebar pesona dan bahkan hingga cipika-cipiki dengan lawan jenis yang sepertinya sudah lazim di tengah-tengah masyarakat. Coba saja tengok, bagaimana ramah tamah antar pemimpin negara, pasti antara laki dan perempuan ada cipika-cipikinya kan? Di dunia hotelier juga lazim berlaku demikian…

Apalagi sekarang dimana teknologi semakin canggih, sanggup membuat tempat – tempat terisolir di puncak gunung sekalipun tertular rusaknya pergaulan yang dulu umumnya hanya terjadi di kota-kota besar. Apalagi jika bukan karena adanya sosial media. Di sebuah desa di slawi di mana teman saya tinggal contohnya, remajanya mayoritas menikah karena ‘kecelakaan’. Dan itu terjadi setelah sosial media hits melalui hp canggih mereka. Na’udzubillah…

Pernah, ketika saya diamanahi untuk berbagi ilmu pada pengajian Ibu-ibu yang mengangkat tema pergaulan, mereka akhirnya banyak yang curhat soal diri mereka yang dianggap jadul dan gaptek oleh anak-anak mereka. Dan rupanya kondisi ini dianggap “menguntungkan” bagi sang anak karena dia dapat bebas bergaul dengan lawan jenisnya serta saling berkirim gambar porno antar teman sebaya.

Ya mbok sayur di daerah kami itu salah contoh terdekatnya….entah berapa banyak lagi korban yang akan berjatuhan jika sistem ini masih mengadopsi sistem kapitalis sekuler…
Bagi pengemban dakwah, tentu harus semakin giat lagi bekerja memahamkan masyarakat. Menjelaskan tentang rusaknya tata aturan yang sedang berlangsung di tengah masyarakat dan memberikan solusi sesuai syari’at yang tentunya akan menebar Rahmat bagi semesta alam jika diterapkan secara Kaffah dalam bingkai Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.


Aamiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar