Kamis, 31 Oktober 2013

Anak Yang penuh Doa

Muhammad Al Mufid Hibatulloh terlahir pada tanggal 19 juni 2005 yang lalu dengan operasi cesar karena pendarahan akibat placenta previa atau tali pusat yang berada di bawah sehingga menutup jalan lahir. Menghadapi persalinan cesar yang diawali dengan pendarahan membuat aku sedikit shock, meskipun 2 minggu sebelumnya dokter seusai mengamati posisi janinku sudah menginformasikan bahwa nanti aku akan mengalami pendarahan. Do’a semakin kencang kupintakan pada Allah agar persalinanku dapat berjalan lancar dan masih sedikit berharap dapat menjalani persalinan normal.Meskipun pada akhirnya pendarahan tidak dapat kuhindarkan. Kumasuki ruang operasi dengan suasana tegang, sesekali dokter kandungan dan dokter anestesi yang membantuku kala itu mengajakku bercanda karena melihat raut wajahku yang begitu tegang. Tak terasa begitu lama, tiba-tiba kudengar suara tangis bayi. Ternyata bayiku telah terlahir, hanya saja dokter anak yang membawa anakku datang kembali untuk meninformasikan pada dokter kandungan sesuatu hal yang membuatku ingin tau, ternyata anakku yang baru saja terlahir tersebut ketika menangis bibirnya tidak asimetris. Sedikit kaget mengetahui kondisinya, dan  ku tak sabar untuk segera melihatnya.
Esok harinya setelah aku cukup istirahat, barulah suster menyerahkannya padaku agar segera bisa aku beri ASI.Benar kata dokter. Mata, telinga dan bibir kanannya memang lebih kecil dibanding yang sebelah kiri. Jadi bila ia managis dan tertawa maka akan semakin tampak asimetris.


Do’a sepenuh harapan antara cemas dan khawatir terhadap pertumbuhan dan masa depannya senantiasa kupanjatkan. Tak lupa dengan diiringi ikhtiar untuk melakukan fisioterapi dan konsultasi ke dokter syaraf anak untuk mengecek pertumbuhannya secara berkala juga kami lakukan. Dokter juga menyarankan untuk dilakukan CT scan jika perkembangan motoriknya ada yang tidak normal. Namun, Alhamdulillah perkembangan motoriknya berlangsung normal sesuai tahapan, namun anakku Mufid yang waktu itu baru berusia sekitar 5 atau 6 bulan ubun-ubunnya sudah menutup. Dalam istilah kedokteran kondisi ini dinamakan Craniosynostosis. Kemudian dokter syaraf menyarankan untuk memantau pertumbuhan lingkar kepalanya dan menjalani MRI. MRI tidak kulakukan mengingat mahalnya biaya untuk itu.
Pada usia kurang lebih 1.5 tahun angka lingkar kepalanya berada di bawah grafik normal, dan semakin menurun di bulan-bulan berikutnya. Mufid juga belum bisa mengucap sepatah katapun waktu itu. Baru ketika mufid berusia 3 tahun mulai ada kata-kata pendek yang keluar, itupun belum jelas tapi aku bersyukur akhirnya Mufid dapat bicara.


Ada yang bebeda dalam mengasuh Mufid. Mufid tumbuh menjadi anak yang aktif. Ia tidak bisa diam, jika kuajak menghadiri forum-forum pengajian. Apa saja ingin dijadikan mainan. Dia juga tidak takut pada siapapun. Jika ada acara seminar maka dia akan maju kedepan bahkan tidak malu naik ke atas panggung ketika sedikit saja aku lalai menjaganya. Pernah  di usia 2 tahunan aku mengajaknya mengikuti sebuah diklat di luar kota. Ketika diklat berlangsung,hujan turun sebentar dan menyisakan genangan air di tanah. Mufid yang kala itu aku titipkan pada tim pengasuhan membuat pengasuh-pengasuhnya berteriak lantaran dia tengah asyik meminum air genangan di tanah dengan santainya dan tertawa. Astaghfirullah…betapa malunya aku, semua orang memandang ke arahku ketika kugendong Mufid masuk. Begitu pula ketika Kami mengontrak rumah di sebuah perkampungan. Usianya waktu itu 3 tahun. Baru saja sebentar aku tinggal berwudlu karena sudah maghrib, tiba-tiba kudapati pintu sudah terbuka, rupanya Ia temukan kunci yang biasa aku gantung di dinding atas dan dia mengambilnya dengan kursi. Seketika aku panik mencarinya seraya bertanya pada tetangga kanan kiri. Karena aku tau bahwa Mufid suka sekali diajak oang asing dan jalan-jalan sendiri tanpa mengenal takut jika sedikit saja aku lalai. Waktu itu abinya belum pulang. Untung saja, ada tetangga yang melihat Mufid sedang berjalan di ujung gang menuju jalan raya dan mengajaknya pulang.  Pernah juga aku didatangi seorang Ibu yang marah-marah kepadaku karena anaknya dipukul Mufid. Yang ketika kukonfirmasi ke tetangga yang lain, ternyata karena Mufid tidak suka ketika banyak anak-anak kecil yang mengejeknya dengan sebutan “merot….. merot”, sembari memincingkan bibirnya.
Ada satu hal yang tidak bisa kulakukan bersama Mufid, yaitu bicara dari hati ke hati. Kalau aku menasehati sembil memangku dan membelai rambutnya, maka dia akan menaikkan kakinya di kepalaku atau menarik- narik rambutku sambil tertawa. Apa yang ada dalam pandangannya semuanya adalah sesuatu yang lucu.
Untuk mencarikan sekolah untuk Mufid kami cukup kesulitan, sebab dengan prilakunya yang aktif tersebut Mufid tidak cocok sekolah dengan metode classical yaitu duduk manis di bangku dengan seorang guru di depan kelas. Untung saja di dekat rumah ada Tk Islam dengan metode sentra yang sebelumnya telah kami konsultasikan pada gurunya kondisi Mufid sebelum kami mendaftar. Lulus TK, aku pun tidak memasukkannya ke SD biasa. Karena aku tau, Ia hanya akan dianggap anak ‘nakal’ nantinya. Maka, kumasukkan Dia ke Homeschooling milik teman yang baru satu tahun didirikan. Jadi Mufid angkatan ke-2 di Homeschooling tersebut. Satu tahun pertama Dia sudah menghebohkan ustadz dan ustadzahnya, tak heran jika nilainya mardud (tertolak). Antara sedih dan lucu membaca Raportnya. Di satu sisi sedih karena mengenaskan, di sisi yang lain merasa lucu karena Dia diukur dengan standar siswa normal. Yang menurut kami sebagai orang tuanya, Mufid mengalami gangguan prilaku yang kami belum tau apa jenisnya. Ada yang mengatakan Mufid ADHD, ADD, Gifted, dan ada juga yang mengatakan masih wajar saja keaktifannya. Tapi kenyataanya dia tidak pernah diam, di rumah ataupun di sekolah.
Bahkan ketika kakinya dijahit 6 karena terkena pecahan kaca ketika bermain dikebun samping sekolah padahal ketika itu pelajaran ekskul tengah berlangsung. Dokter yang menjahit kakinya sudah mewanti-wanti agar tidak jalan-jalan terlebih dahulu karena dikhawatirkan akan robek lebih dalam mengenai pembuluh darahnya. Tapi hal itu tidak membuat Mufid jera. Begitu selesai dijahit, dia pun tidak sabar untuk berjalan-jalan.
Begitulah Mufid, ada saja tingkahnya yang membuat doa kami senantiasa mengalir untuknya…
Hingga suatu hari aku membaca sebuah artikel tentang tafsir qs. Al-Alaq, 19
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubun (nashiyah)-nya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka”
dan  Qs. Hud, 56 :
 “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.”
yang dikaitkan dengan hasil penelitian Prof. Keith L More,  seorang profesor  dari Amerika Serikat yang melakukan penelitian tentang ubun-ubun. Beliau menemukan bahwa bahwa ubun-ubun merupakan penanggungjawab atas pertimbangan-pertimbangan tertinggi dan pengarah perilaku manusia. Sementara organ tubuh hanyalah prajurit yang melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil di ubun-ubun. Hal ini juga diungkapkan oleh Prof. Muhammad Yusuf Sakr memaparkan bahwa tugas bagian otak yang ada di ubun-ubun manusia adalah mengarahkan perilaku seseorang. “Kalau orang mau berbohong, maka keputusan diambil di frontal lobe yang bertepatan dengan dahi dan ubun-ubunnya. Begitu juga, kalau ia mau berbuat salah, maka keputusan juga terjadi di ubun-ubun.”
Dalam sebuah diskusi di Masjid salman ITB, Dr. Kusnandar Anggadireja, staf pengajar Sekolah  Farmasi ITB juga pernah membahas fungsi lobus frontal atau ubun-ubun. Menurut beliau Kerusakan pada lobus frontal mengakibatkan dampak yang luas. Manusia akan sulit menafsirkan umpan balik dari lingkungannya. Respon-responnya pun berulang tanpa kontrol. Manusia yang mengalami kerusakan pada bagian ini pun lebih nekat menempuh risiko dan cenderung tak taat aturan. Jika kedua belahan lobus frontal (kiri dan kanan) terkena kerusakan, akan terjadi perubahan kepribadian yang signifikan. Bahkan bahwa dahulu, penjahat-penjahat skizofrenik (sakit jiwa) yang tidak bisa disembuhkan lagi dengan terapi psikologis, biasanya diberi terapi bedah lobotomy. Karena itu, undang-undang di sebagian negara bagian Amerika Serikat menetapkan sanksi gembong penjahat yang merepotkan kepolisian dengan mengangkat bagian depan dari otak (ubun-ubun) karena merupakan pusat kendali dan instruksi, agar penjahat tersebut menjadi seperti anak kecil penurut yang menerima perintah dari siapa saja.
Lalu ada hubungan apa antara Mufid dan hasil penelitian para pakar anatomi tersebut ? membaca temuan tersebut, aku teringat akan kasus craniosynostosis yang terjadi pada Mufid yang bersangkutan dengan tertutupnya satura ubun-ubunnya lebih dini. Dan dikuatkan juga dengan prilaku asosialnya yang sulit mengikuti aturan dan kesopanan meski kami sering menasehati serta menegurnya berkali-kali dengan banyak cara. Banyak keluhan kepada kami terkait prilaku Mufid yang seolah tidak takut resiko apapun. Dari sinilah aku seolah menemukan sebuah jawaban untuk menterapinya. Jika polah tingkah sudah sulit kami kontrol, kupeluk dia dan kubawa menemui dokter syaraf yang terbaik sejagat raya yaitu Allah SWT, sambil kuusap ubun-ubunnya untuk meminta ijin menundukkannya kepada Dzat yang menguasai semesta dan makhluknya serta ubun-ubun manusia dan binatang sesuai firmannya, Tidak ada satu pun binatang yang melata melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.” (QS Huud:56) dan kubacakan doa-doa untuknya sepenuh harap padaNya. Rasulullah SAW yang mulia telah mengajarkan kepada kita doa ini :
 
اللَّهُمَّ إِنَّا عَبِيْدُكَ بَنُوا عَبِيْدِكَ بَنُوا إِمَائِكَ نَوَاصِيْناَ بِيَدِكَ مَاضٍ فِيْناَ حكْمُكَ عَدْلٌ فِيْناَ قَضَاؤُكَ نَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قُلُوْبِناَ وَنُورَ صُدُوْرِناَ وَجَلاَءَ أَحْزَانِناَ وَذَهَابَ هُمُوْمِناَ
“Ya Allah sesungguhnya kami adalah hamba-Mu, anak dari hamba-hamba Mu, ubun-ubun kami ada di tangan-Mu. Segala takdir-Mu terhadap kami telah Engkau tetapkan, dan sungguh betapa adilnya ketetapan itu atas kami. Kami memohon kepada-Mu dengan semua Nama yang Engkau Miliki, yang telah Engkau Namakan untuk Diri-Mu, atau telah Engkau ajarkan kepada salah seorang di antara makhluk-Mu, atau Engkau Turunkan dalam Kitab-Mu, atau Engkau simpan dalam Ilmu yang Ghaib di sisi-Mu. Jadikanlah Al Qur’an sebagai penyejuk hati kami, cahaya bagi dada kami, penghapus duka dan kesedihan kami, dan pelipur kegundahan jiwa kami”.
Alhamdulillah satu per satu pintu hikmah terbuka bagi kami, dan kini insya Allah dalam mendampingi dan mengasuh Mufid dapat lebih kunikmati prosesnya dengan bertakawakal penuh pada Allah SWT  Sang pemegang kendali ubun-ubun. Semoga Allah berkenan menjadikannya M. Al Fatih Ke-2 suatu hari nanti seperti yang dicita-citakan Mufid selama ini…Aamiin.

   

1 komentar:

  1. boleh minta kontak person bunda .. semoga bunda bisa berkenan untuk share pengalaman bersama saya..

    BalasHapus